As consequences of decentralization principle enforcement as framework of developing relationship between central government and regional government its needed a comprehensive understanding in the relationship pattern between central government and regional government. The freedom and selft assessment regional affair in the frameork of NKRI, because regional is given arbitrary in handling local affair which is given by central government. In related with he mention above, monitoring and controlling the administration of regional government should be placed as media of coornation between contral government and regional government in order to in creasing effectiveness and efficeinlty of carry on of governmental administration
Birokrasi yang tumbuh begitu pesat serta kecenderungan adanya overbureaucratic, semakin merata di berbagai pemerintahan daerah di Indonesia. Muncullah berbagai keluhan terhadap kinerja birokrasi. Reformasi birokrasi tidak cukup dipahami dari perspektif internal birokrasi. Tampaknya perlu keberanian pemikiran untuk menengok keluar dari mesin birokrasi tersebut. Yang dibutuhkan bukan memperbaiki birokrasi, tetapi bagaimana merubah birokrasi menjadi lebih baik. Intervensi lingkungan politik memberikan dampak negatip bagi perkembangan inovasi di pemerintahan daerah. Dalam hal ini berwujud konflik antara legislatif atau partai politik terhadap kepemimpinan kepala daerah. jika birokrasi di tubuh pemerintahan daerah terlalu banyak di intervensi oleh lingkungan politik, maka capaian birokrasi yang inovatif mustahil dapat tercapai. Hal ini juga bermakna, tujuan pemerintahan daerah yang memiliki daya saing (kompetitif), sebagai esensi sebuah organisasi yang inovatif juga sulit tercapai. birokrasi inovatif adalah berpola kompetitif, bagaimana mampu bersaing di dalam memberikan pelayanan yang lebih baik bagi stakeholdernya. Mereformasi birokrasi tidak cukup pada tataran individu atau kebijakan, tetapi reformasi lingkungan eksternal birokrasi juga menjadi keniscayaan untuk dilakukan.
Gubernur adalah penyelenggara pemerintahan daerah provinsi berkedudukan sebagai kepala daerah provinsi dan wakil pemerintah pusat di daerah dan bertanggung jawab kepada presiden. Kedudukan sebagai kepala daerah bersandar pada bentuk pelimpahan kewenangan demi efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas pemerintahan di wilayah provinsi dan kedudukan sebagai wakil pemerintah pusat berdasarkan mandat untuk memperpendek rentan kendali pemerintahan. Keutuhan hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga ditentukan oleh seberapa besar kedudukan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.Governor is administration of the district government domiciling as local self government and local field government and responsible to president. Domiciling as local self government relying on form of what overflows of the authority for the shake of efficiency, efektivity, and accountability government in province area and domiciling as local field government of pursuant to mandate to cut short the conduct of the governance. perfection of relation of central government and local government is also determined by how big domicile governor as local field government.
AbstractThe objeZCDFctive of the research are to (1) reveal and explain the implementation of local Government functions in carrying out education program and the essence of authority possessed by each region, (2) reveal and explain the implementation of the authority possessed by each region based on Act No. 32 year of 2004 and Act 20 year of 2003 together with institutional synergy, and (3) reveal and explain the participation of the community in supporting the implementation of the program of education. The results show that: (1) The local government function in the field of implementing education program does not work optimally, (2) Free education program has not been optimally implemented and still needs improvement particularly those related to the national budget on education that is still in the range of 13%, and (3) Community participation in reality is still low, whereas in fact the community is one of the important elements in education. AbstrakPelaksanaan fungsi pemerintahan daerah dalam bidang penyelenggaraan pendidikan berikut esensi kewenangan yang dimiliki masing-masing daerah, dapat dikaji dengan mengungkap dan menjelaskan implementasi kewenangan yang dimiliki masing-masing daerah berdasarkan Undang-undang No. 23 tahun 2014 dan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 beserta sinerji kelembagaan, dan mengungkap dan menjelaskan partisipasi masyarakat dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan pendekatan sosiologi hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, pelaksanaan fungsi pemerintah daerah di bidang penyelenggaraan pendidikan belum berjalan optimal. Kedua, program pendidikan gratis belum berjalan optimal dan masih membutuhkan penyempurnaan terutama yang berkaitan dengan anggaran, yang hingga kini anggaran pendidikan masih minim. Ketiga, partisipasi masyarakat masih minim, padahal masyarakat sebagai salah satu elemen penting dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pemerintah daerah terdiri dari Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagai pemegang pemerintahan tertinggi di daerah, pemerintahan daerah diatur dalam Pasal 18 Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Akan tetapi dalam Pasal 18 ayat (4) disebutkan bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota masing – masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Tidak ada sama sekali mengatur tentang keberadaan Wakil Kepala Daerah. Selain tidak diaturnya Fungsi Wakil Kepala Daerah dalam konstitusi bahkan dalam Pasal 66 dan pasal 67 Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah hanya mengatur tentang tugas dan kewajiban Wakil Kepala Daerah, tidak ada mengatur tentang kewenangan Wakil Kepala Daerah. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normative yaitu ditekankan pada penggunaan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder, baik berupa Undang – Undang dan teori – teori hukum. Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa Fngsi Wakil Kepala Daerah tidaklah inkonstitusional, pengaturan. Tugas dan wewenanang wakil kepala daerah bersifat umum kekuasaan penuh ada di tangan kepala daerah dan akhirnya memunculkan rasa takut wakil dalam bertindak. Dimana dalam menjalankan tugas tersebut wakil kepala daerah bertanggungjawab kepada kepala daerah. Hal ini menunjukkan Fungsi wakil kepala daerah tidak setara dengan kepala daerah dan bahkan menyiratkan posisi sebagai subordinate, sedangkan dalam proses penentuan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah ditentukan dalam satu paket pencalonan yang mana menempatkan bahwa calon wakil kepala daerah memiliki kedudukan yang setara dengan calon kepala daerah. Kedudukan Wakil Kepala Daerah tidaklah sekuat Kepala Daerah, dapat dikatakan bahwa tugas dan wewenang Wakil Kepala Daerah sangatlah minim dan hampir tergantung pada kearifan Kepala Daerah untuk memberikan tugas dan wewenang kepada Wakil Kepala Daerah.
Indonesia is still in the process of searching the most appropriate and ideal format and model of Local Government that can fulfill the needs of the nation. During the process, the changes carried out are often inconsistent and unstructured. Rather, they move from far left directly to far right, from decentralized to centralized and return to decentralized. The changes performed are not a revision, but rather it is remade and reformulated from the beginning. The most ironical situation is the change of national leader followed by the change of implementation concept of Local Government .
The dynamics of good governance at the central government level to the level of local government is inseparable from the conflict. Conflict usually occurs horizontally or vertically, causing disharmony in the administration. In the period 2014-2015 in the Province of Gorontalo had experienced dynamics in governance that led to poor inter-regional relations. This paper will discuss the disharmony of Governor and Mayor relationship with the focus of discussion on the function of coordination and supervision in the implementation of local government. The results show that the disinclination of government relations between provinces and municipalities due to unclear division of authority between governments so that structural and functional coordination is not effective and achievement of goals does not always work as expected. This research suggests changing the mindset of government apparatus in the management and administration of government and strengthening cooperation among local government, so that the dynamics of governance can run effectively and efficiently.
ABSTRAK: Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah membawa konsekuensi baru terkait pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren antar tingkat pemerintahan di daerah. Kajian ini bertujuan untuk mendekonstruksi urusan pemerintahan konkuren pemerintah daerah sehingga akan terlihat titik berat otonominya. Penelitian yang dilakukan dengan koridor doctrinal research dan menggunakan statute dan conceptual approach ini menghasilkan temuan sebagai berikut: Perubahan kewenangan konkuren pemerintah daerah yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 membawa konsekuensi terjadinya polemik antar pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota serta infleksibilitas, inefektifitas dan inefisiensi dalam pelaksanaan urusan pemerintahan tertentu, seperti pelaksanaan kewenangan di bidang perizinan pertambangan yang akan lebih baik jika dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota karena sesuai dengan aspek perpajakan daerahnya. Hal ini menjadikan pembagian urusan pemerintahan konkuren daerah dalam UU No. 23 Tahun 2014 bernuansa the thinnest version rule of law. Deconstruction of Concurrent Government Affairs Based on Law Number 23 of 2014 on Local Governance ABSTRACT: The enactment of Law No. 23 of 2014 on Local Governance brings new consequences related to the implementation of concurrent government affairs between levels of local government. This study aims to deconstructing the administration of local government concurrent affairs so that it looks the emphasis autonomy. Research conducted by doctrinal research corridors and using the statute and conceptual approach, resulted in the following findings: The changes of local government concurrent authority as stipulated in Law No. 23 of 2014 brought consequences of a polemic between the provincial government and district/city governments as well as inflexibility, ineffectiveness and inefficiency in the implementation of government affairs, such as the exercise of authority in the field of licensing mining would be better if implemented by the district/city governments because in accordance with aspects of taxation area. This makes the distribution of concurrent local government affairs in Law No. 23 of 2014 shades of the thinnest version rule of law.
The purpose of the Author to make this study is to see how much influence independent variables consisting of Participation (X1), Motivation (X2) and Delegation of Authority (X3) To dependent variables namely Performance (Y) Government Apparatus in Batanghari Jambi District. This research is categorized into descriptive quantitative research and samples from this study as many as 104 respondents. Data collection method is Stratified random smpling with the allocation of 2 respondents per strata. From the research that the authors have done, the results of the partial test for the value (X1) t - count 1,734 greater than degan t - table that is 1.66025, (X2) with a value of t - count 0.421 less than the value of t - table is 1.66025, while (X3) the value t - count 1570 is smaller than the value t - table 1.66025. while the results of simultaneous test (Test F) were found to be F - calculated with a value of 4,789 and a value of F - a table with a value of 2.70 because the value of F - count greater F - table, then the author concluded that Participation, Motivation, Delegation of Authority showed a significant and Positive influence on the performance of government apparatus. And from the Results adjusted R Square obtained a value of 0.99, the author concluded the influence of Participation(X1), Motivation(X2), Delegation of authority (X3) to the Performance of Government Apparatus (Y) by 9.9% and 90.1 % influenced by variables that have not been included in this study.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kewenangan pelaksanaan pemerintah daerah dan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah dalam membuat perda-perda yang diemban secara demokratis. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1 Desentralisasi dilihat dari hubungan pusat dan daerah yang mengacu pada UUD 1945, maka: Pertama, bentuk hubungan antara pusat dan daerah tidak boleh mengurangi hak-hak rakyat daerah untuk turut serta (secara bebas) dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Kedua, bentuk hubungan antara pusat dan daerah tidak boleh mengurangi hak-hak (rakyat) daerah untuk berinisiatif atau berprakarsa. Ketiga, bentuk hubungan antara pusat dan daerah dapat berbeda-beda antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Keempat, bentuk hubungan antara pusat dan daerah adalah dalam rangka mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial di daerah. 2. Penerapan sanksi administrasi berupa sanksi administrasi ringan, sedangkan sanksi administrasi berat dijatuhkan dengan mempertimbangkan unsur proporsional dan keadilan.Kata kunci: Pelaksanaan, pemerintahan, daerah, sanksi administrasi
Tujuan didirikannya Negara Indonesia diwujudkan oleh sebuah pemerintahan negara. Sebagai negara yang berdasarkan atas hukum, Indonesia menuangkan cita-cita atau tujuan negara melalui hukum. Indonesia tidak membiarkan dinasti politik berkembang. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa norma awal yang mengatur mengenai dinasti politik dalam konteks pilkada diatur dalam Pasal 7 Huruf q Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Selanjutnya diubah menjadi Pasal 7 Huruf r Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2015. Aturan ini menjadi tidak berlaku lagi karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-XIII/2015. Dinasti politik dalam pemerintahan daerah muncul seiring dengan diberlakukannya pilkada langsung pertama kali di Indonesia pada tahun 2005 maupun implementasi otonomi daerah tahun 2001. Dinasti politik ini dilakukan dengan cara suami, istri, anak, ayah, kakak, saudara ipar diajukan menggantikan kepala daerah petahana. Mereka hanya dipergunakan sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan di daerah. Pewarisan politik dalam pola pemerintahan daerah ini sebagian merupakan praktik kolutif dan koruptif sehingga melanggar asas-asas good governance serta berakibat pada pencideraan demokrasi Indonesia. Kata Kunci: Dinasti, Hukum, Politik
Tulisan ini hendak mengkaji pemanfaatan E-Government (Electronic Government) dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia dengan menggunakan perspektif yuridis. berupa pengaturan yang sudah ada pada tingkat nasional atau pusat serta saran tindak bagi daerah dalam rangka mengimplementasikan E-Government, terutama pijakan awalnya berupa suatu kerangka hukum (legal framework). Tulisan ini merupakan penelitian hukum dengan menggunakan pendekatan teoretis-konseptual (conceptual approach) dan pendekatan perundang-undangan (statute approach).
AbstractRegional regulations that have sharia nuances need to be regulated in terms of both authority and formation processes. This is aimed at avoiding contradictions with the legislation established by the central government. Based on Law No. 23 of 2014 concerning Regional Government regulates the central authority, namely the field of religion. Meanwhile, the practice of religious values is mostly carried out by the people in the area. Therefore, the establishment of sharia-compliant local regulations is a regulation to meet those needs. Besides that, in terms of its formation it is always harmonized with the conditions of each regionKeywords: Regional Regulations, ShariaAbstrakPeraturan daerah yang bernuansa syariah perlu diatur tatanannya baik dari segi kewenangan maupun proses pembentukannya. Hal ini bertujuan untuk menghindari pertentangan dengan aturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah pusat. Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diatur tentang kewenangan pusat yaitu bidang agama. Sementara itu, pengamalan nilai-nilai agama banyak dilakukan oleh masyarakat di daerah. Oleh Karena itu, pembentukan Perda bernuansa syariah merupakan peraturan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Disamping itu, dari sisi pembentukannya senantiasa diselaraskan dengan kondisi daerah masing-masing.Kata Kunci : Peraturan Daerah, Syariah