DISKURSUS TENTANG HAK ASASI MINORITAS DZIMMI DI TENGAH MAYORITAS MUSLIM
Pada era perkembangan Islam di masa lalu, negara persemakmuran Islam dipandang layak untuk dipertahankan. Keadaan tersebut menyebabkan terbaginya Negara persemakmuran Islam ke dalam dua kategori yaitu dar al-Islan dan dar a;-Harb.Pembagian ini telah melahirkan sebuah konsep sekolah Islam yang eksklusif yang mengangap orang kafir yang hidup di wilayah non-Islam dapat diperangi. Mereka mengira bahwa setiap orang kafir berniat untuk merendahkan dan memerangi mereka, meskipun anggapan tersebut tidak selalu benar. Sekolah Islam yang eksklusif ini juga menganggap bahwa tampuk pemerintahan harus dipegang oleh Muslim dan tidak ada kesempatan bagi orang kafir untuk menjadi pemimpin di segala aspek pemerintahan Islam.Para orang kafir masih dan akan selalu menjadi masyarakat kelas dua.Bagaimanapun, pemikiran tradisional semacam ini masih hidup dan menjadi paradigma berpikir para sarjana fiqih dewasa ini.Jika kita menilik pada Piagam Madinah, kita dapat mengetahui bahwa Nabi Muhammad tidak pernah merendahkan orang kafir.Beliau membuat unadang- undang yang harus dipatuhi setiap masyarakat Madinah, Muslim ataupun orang kafir.Di era kontemporer ini, dimana sebuah Negara bersifat teritorial, subordinasi golongan kafir harus dihapuskan.Negara teritorial pada masa ini dibagi tanpa membedakan antara Muslim dan golongan kafir karena mereka memiliki posisi dan hak yang sama untuk mengembangkan daerahnya dan hidup berdampingan satu sama lain.Kata Kunci: Dar al-Islam dan dar al-Harb, Negara berbangsa tunggal, pemikiran kontemporer, sama. The territorial of Islamic dominion was become worth to be struggled in the past era of Islamic development. This circumstance divided the territorial of Islamic dominion in to dâr al-Islâm and dâr al- Harb. This divide has conceptualized a new Islamic exclusive school who has assumed that the infidels who have been in the non Islamic territorial could be battled. They think that every infidels look Moslems away and wish to battle them, even contrary, in the actually. This Islamic exclusive school also think that the governance must be lead by Moslem and there is no chance for infidel to be a leader in all aspects of Islamic territorial government. The infidels always and still in the second class. Whatever, this classical thinking still alive in the mind (paradigm) of the present fiqh's scholars. If we remind to the Charter of Madinah, we can find that our prophet Muhammad never sub-ordinated the infidel. He made a charter where every Madinah's society had to obey the rules, there is no different between Moslem or infidel. In this contemporary time, where the system of territorial become a state, the sub-ordination to the infidel should be pushed away. The territorial today is stated by escaping the difference status between Moslem and infidel, because they have the same position and right to develop the state and live besides each other.