Pemilihan Kepala Daerah secara langsung yang dipilih oleh rakyat, Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sejatinya merupakan bagian penting kehidupan bernegara Indonesia di era Reformasi. Pilkada secara lansung juga diharapkan bisa menghasilkan kepala daerah yang memiliki akuntabilitas lebih tinggi kepada rakyat. Pilkada langsung adalah wujud nyata dari pembentukan demokrasi di daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. setiap hak warga negara dijamin oleh undang-undang sebagaimana di atur dalam UU No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant on Civil and Political Rights , (Konvenan Hak-hak Sipil dan Politik. Salah satu pemenuhan syarat sebagia calon kepala daerah diantara tertuang dalam putusan nomor 56/PUU-XVII/2019, yaitu bagi calon kepala daerah yang telah selesai menjalani masa pidana diharuskan menunggu waktu selama 5 (lima) tahun untuk dapat mengajukan diri menjadi calon Kepala Daerah.
ABSTRAK Taufik, Achmad, Tinjauan Hukum Tanggung Jawab Ayah Terhadap Nafkah Anak Akibat Perceraian (Studi Putusan Nomor 1930/Pdt.G/2018/PA.Bbs). Skripsi. Tegal: Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Pancasakti Tegal. 2019. Nafkah anak yang wajib diberikan ayah sesuai dengan kebutuhan pokok anak dan sesuai pula dengan kondisi ayah dan anak tersebut. Adanya kelalaian untuk memberikan nafkah sehingga pihak yang wajib dinafkahinya menjadi terlantar, merupakan permasalahan yang sering terjadi di kalangan masyarakat Islam. Kenyataan seperti tersebut sering terjadi terutama dalam masyarakat yang kurang pengetahuannya tentang bagaimana cara memperoleh suatu hak. Tujuan dari penelitian ini untuk: 1) Mendeskripsikan tinjauan hukum tanggung jawab ayah terhadap nafkah anak akibat perceraian dalam hukum positif di Indonesia, 2) Mendeskripsikan penyelesaian tanggung jawab ayah terhadap nafkah anak akibat perceraian pada putusan nomor 1930/Pdt.G/2018/PA.Bbs. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif, jenis penelitian ini adalah deskriptif. Sumber data penelitian ini adalah data sekunder, meliputi: bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Metode pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan studi dokumen. Analisis data penelitian menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian diperoleh suatu kesimpulan bahwa: 1) Tanggung jawab ayah terhadap nafkah anak akibat perceraian dalam hukum positif di Indonesia, yaitu: Al-Qur'an dan Hadist (Surat At-Talaq ayat 6, Al-Baqarah ayat 233, An-Nissa ayat 5); Undang-Undang No. l Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 41 huruf (a); dan KHI Pasal 104 ayat (1), Pasal 105 huruf (c) dan 156 huruf (d). 2) Penyelesaian tanggung jawab ayah terhadap nafkah anak akibat perceraian pada Putusan Nomor 1930/Pdt.G/2018/PA.Bbs diselesaikan dalam sidang Pengadilan Agama Brebes dengan menerapkan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 608 K/AG/2003 tanggal 23 Maret 2005, Pasal 330 KUH Perdata dan Pasal 98 ayat (1) KHI, Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi pegawai Negeri Sipil, dan Pasal 105 huruf c KHI. Menurut penulis Pasal 105 huruf c Kompilasi Hukum Islam kurang tepat karena dalam pasal tersebut dimakudkan biaya pemeliharaan anak belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun dan sudah mumayyiz tanpa adanya batasan. Anak dalam hal ini sudah berusia 17 tahun 3 bulan berarti sudah mumayyiz sedangkan dalam putusan tercantum batasan kewajiban pemberian nafkah anak sampai anak tersebut dewasa dan mandiri. Jadi menurut penulis penerapan pasal yang cocok adalah dengan menerapakan Pasal 156 huruf d KHI yang berbunyi "semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 tahun). Kata Kunci: Tanggung Jawab Ayah, Nafkah Anak, dan Perceraian. ===================================================================================================== ABSTRACT Taufik, Achmad, Review of the Law of Father's Responsibility Against Child's Livelihoods Due to Divorce (Study of Decision Number 1930/Pdt.G/2018/ PA.Bbs). Skripsi. Tegal: Legal Studies Program, Faculty of Law, Pancasakti Tegal University. 2019. Child care that must be given is in accordance with the child's basic needs and in accordance with the condition of the father and child. The existence of negligence to provide a living so that the party that is obliged to pay for it becomes neglected, is a problem that often occurs among the Islamic community. Such facts often occur especially in communities that lack knowledge about how to obtain a right. The purpose of this study is to: 1) Describe the legal review of father's responsibility for the livelihood of children due to divorce in positive law in Indonesia, 2) Describe the completion of father's responsibility for the livelihood of children due to divorce in decision number 1930/Pdt.G/2018/PA.Bbs. This study uses a normative approach, this type of research is descriptive. The source of this research data is secondary data, including: primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. Methods of collecting data using literature studies and document studies. Analysis of research data using qualitative analysis. The results of the study obtained a conclusion that: 1) Father's responsibility for the livelihood of children due to divorce in positive law in Indonesia, namely: Al-Qur'an and Hadith (Surat At-Talaq ayat 6, Al-Baqarah ayat 233, An-Nissa ayat 5); Law No. l Year 1974 concerning Marriage Article 41 letter (a); and KHI Article 104 paragraph (1), Article 105 letters (c) and 156 letters (d). 2) Completion of father's responsibility for the livelihood of a child due to divorce in Decision Number 1930/Pdt.G/2018/PA.Bbs resolved in the Brebes Religious Court session by applying the Supreme Court Jurisprudence Number 608K/AG/2003 dated March 23, 2005, Article 330 Civil Code and Article 98 paragraph (1) KHI, Article 8 Government Regulation No. 10 of 1983 jo. PP No. 45 of 1990 concerning Marriage and Divorce Permits for Civil Servants, and Article 105 letter c KHI. According to the author Article 105 letter c Compilation of Islamic Law is not quite right because in the article the maintenance costs of children are not yet mumayyiz or 12 years old and have been mumayyiz without any restrictions. Children in this case are aged 17 years and 3 months, meaning they are already mumayyiz while in the decision there are limits to the obligation to provide children with livelihood until the child is mature and independent. So according to the author, the application of a suitable article is to apply Article 156 letter d KHI which reads "all hadhan costs and the livelihood of the child are the responsibility of the father according to his ability, at least until the child can take care of himself (21 years). Keywords: Father's Responsibility, Child's Livelihood, and Divorce.
Pendidikan inklusif adalah penyelenggaraan pendidikan yang mensyaratkan penyandang disabilitas untuk dapat belajar di sekolah terdekat dan dalam suasana di kelas biasa bersama teman-teman seusianya (Jauhari, 2017), untuk mewujudkan kesetaraan belajar karena penyandang disabilitas memiliki resiko yang tinggi dalam dunia kerja (Rahaju et al., 2020). Artikel ini berfokus kepada pendidikan tingkat SMA, karena SMA dinilai telah memiliki kematangan untuk siap terjun ke masyarakat, sehingga diperlukannya kemampuan komunikasi yang tinggi dalam meningkatkan kualitas hidupnya (Simões et al., 2015). Pendidikan inklusif diatur dalam Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Timur Nomor 30 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Provinsi Jawa Timur. Artikel ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data yaitu melalui studi kepustakaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan pendidikan inklusif dalam mewujudkan kesetaraan belajar untuk PDBK tingkat SMA di Surabaya. Artikel ini dianalisis menggunakan teori Van Metter dan Van Horn, terdapat enam variabel, yaitu standar dan sasaran kebijakan, sumber daya yang dipakai, komunikasi antar organisasi, karakteristik agen pelaksana, dan kondisi sosial, ekonomi, dan politik.(Nugraha et al., 2019). Hasil dari penelitian ini adalah meski kesetaraan belajar sudah di terapkan sejak lama, namun dapat dilihat bahwa kesetaraan belajar masih belum merata kepada para penyandang disabilitas, karena ditempatkan di sekolah khusus, sehingga kurang mendapatkan sosialisasi dengan teman sebayanya yang normal. Oleh karena itu dikeluarkannya kebijakan pendidikan inklusif yang diharapkan dapat memaksimalkan kesetaraan belajar tersebut, terutama bagi para PDBK di Surabaya. Kata Kunci : Implementasi, Pendidikan Inklusif, Kesetaraan, Penyandang Disabilitas Inclusive education is the provision of education that requires persons with disabilities to be able to study at a nearby school and in an ordinary classroom atmosphere with friends of his age (Jauhari, 2017), to achieve equality in learning because people with disabilities have a high risk in the world of work (Rahaju et al. ., 2020). This article focuses on Senior High School level education, because Senior High School is considered to have the maturity to be ready to enter society, so that high communication skills are needed in improving the quality of life (Simões et al., 2015). Inclusive education is regulated in the Regulation of the Governor of East Java Province Number 30 of 2018 concerning the Implementation of Inclusive Education in East Java Province. This article uses descriptive qualitative methods with data collection techniques, namely through literature study. The purpose of this study is to describe the application of inclusive education in realizing learning equality for Senior High School level disabilities student in Surabaya. This article is analyzed using Van Metter and Van Horn theory, there are six variables, namely standards and policy objectives, resources used, communication between organizations, characteristics of implementing agents, and social, economic, and political conditions (Nugraha et al., 2019. ). The results of this study are that although equality of learning has been applied for a long time, it can be seen that equality of learning is still not evenly distributed among persons with disabilities, because they are placed in special schools, so they do not get socialization with normal peers. Therefore the issuance of an inclusive education policy which is expected to maximize the equality of learning, especially for disabilities student in Surabaya. Keywords: Implementation, Inclusive Education, Equitability, Disability
Pendidikan inklusif adalah penyelenggaraan pendidikan yang mensyaratkan penyandang disabilitas untuk dapat belajar di sekolah terdekat dan dalam suasana di kelas biasa bersama teman-teman seusianya (Jauhari, 2017), untuk mewujudkan kesetaraan belajar karena penyandang disabilitas memiliki resiko yang tinggi dalam dunia kerja (Rahaju et al., 2020). Artikel ini berfokus kepada pendidikan tingkat SMA, karena SMA dinilai telah memiliki kematangan untuk siap terjun ke masyarakat, sehingga diperlukannya kemampuan komunikasi yang tinggi dalam meningkatkan kualitas hidupnya (Simões et al., 2015). Pendidikan inklusif diatur dalam Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Timur Nomor 30 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Provinsi Jawa Timur. Artikel ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data yaitu melalui studi kepustakaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan pendidikan inklusif dalam mewujudkan kesetaraan belajar untuk PDBK tingkat SMA di Surabaya. Artikel ini dianalisis menggunakan teori Van Metter dan Van Horn, terdapat enam variabel, yaitu standar dan sasaran kebijakan, sumber daya yang dipakai, komunikasi antar organisasi, karakteristik agen pelaksana, dan kondisi sosial, ekonomi, dan politik.(Nugraha et al., 2019). Hasil dari penelitian ini adalah meski kesetaraan belajar sudah di terapkan sejak lama, namun dapat dilihat bahwa kesetaraan belajar masih belum merata kepada para penyandang disabilitas, karena ditempatkan di sekolah khusus, sehingga kurang mendapatkan sosialisasi dengan teman sebayanya yang normal. Oleh karena itu dikeluarkannya kebijakan pendidikan inklusif yang diharapkan dapat memaksimalkan kesetaraan belajar tersebut, terutama bagi para PDBK di Surabaya. Kata Kunci : Implementasi, Pendidikan Inklusif, Kesetaraan, Penyandang Disabilitas Inclusive education is the provision of education that requires persons with disabilities to be able to study at a nearby school and in an ordinary classroom atmosphere with friends of his age ...