Tulisan ini berusaha menjelaskan hubungan antara Islam dan demokrasi yang pada akhirnya membentuk simpul konsep moderasi Islam. Pintu dalam menerima sistem demokrasi yang dianut oleh bangsa Indoensia mengasumsikan sudah diaplikasikan oleh para ulama ahlusunnah wal jamaah seperti para wali songo, ulama besar di Nusantara dan organisasi-organisasi islam besar di Indoensia sampai saat ini. Penulis menggunakan pendekatan historis fenomenologis untuk melihat konsep moderasi Islam (Islam wasathiyah) sebagai pintu masuk membangun kehidupan berdemokrasi di Indonesia, khususnya membagun sikap toleransi beragama di Indonesia.
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa ( Berimtaq ) kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan yang hendak dicapai Pemerintah Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu pemerintah sejak orde baru telah mengadakan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh Rakyat Indonesia. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 31 ayat 1 UUD 1945, yang menyatakan bahwa: "Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pendidikan". Seorang guru perlu menyadari bunyi dan isi pasal ayat Undang-Undang Dasar tersebut, setiap murid berhak mendapatkan pengajaran dan pendidikan yang sama terutama dalam pendidikan fiqih. Dalam tugasnya sehari-hari guru dihadapkan pada suatu permasalahan baik pendidikan dan pengajaran fiqih maupun ilmu lainnya, yaitu ia harus memberi pendidikan dan pengajaran yang sama kepada murid yang berbeda-beda. Perbedaan itu berasal dari lingkungan kebudayaan, lingkungan sosial, jenis kelamin dan lain-lain.