Participatory planning supports community to involve in government and regional development. This community effort is one of the important manifestations of good governance and democracy. The importance of participatory planning in optimizing community participation and its implementation in regional development is an important topic in this article. Participatory planning emphasizes the importance of broad participation for every community, both individually and in groups, from planning to decision making. A development with a welfare goal cannot be ascertained its achievement without community participation.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak menjadi arena baru bagi rakyatIndonesia. Bukan hanya pada persoalan berbeda waktu pelaksanaan, sistempelaksanaan, prosedur dan mekanisme pemilihannya, tetapi juga tetapi juga soal,yang oleh Brian C. Smith dan Robert Dahl katakan adalah untuk menciptakanlocal accountability, political equity dan local responsiveness. Pilkada serentakkarenanya berupaya membangun demokratisasi di tingkat lokal agarterimplementasikan dengan baik, tak hanya terkait pada tingkat partisipasi, tetapijuga relasi kuasa yang dibangun, yang bersumber dari pelaksanaan azas kedaulatanrakyat. Selain itu, hasil pilkada juga harus mampu menghantarkan masyarakatpada kondisi sosial, politik dan ekonomi yang lebih baik.Penelitian yang di lakukan ini menggunakan metode penelitian dengan metodekualitatif refleksif, yaitu ingin merefleksikan tentang pilkada serentak dankaitannya terhadap upaya membangun geliat demokrasi dalam pemerintahan danpolitik lokal serta menjamin hadirnya kemaslahatan bersama dalam masyarakat.Data diperoleh melalui studi literatur melalui kepustakaan, dokumen danpemberitaandi media massa.Diperoleh hasil bahwa mengimplementasikan demokrasi dalam politik lokaltidaklah mudah. Sebab, konteks demokratisasi tidak hanya berhenti pada tahapanprosedural semata. Jauh lebih dari itu adalah bagaimana membumikan demokrasidalam aras yang substansial. Membangun partisipasi rakyat misalnya, membutuhkankomitmen kuat agar bisa menjamin setiap warga negara bisa berpatisipasi secarabaik. Selain itu, jika demokrasi dinilai sebagai cara untuk mencapai kesejahteraanbersama secara lebih luas, maka pilkada sebagai perwujudan dari demokrasiprosedural berperan penting untuk menjaga kualitas kepemimpinan lokal,memberikan garansi terhadap keberlanjutan pemerintahan yang nantinya dijalankanserta secara kontekstual mampu membangun sinergitas korelasional antara pemimpin dengan rakyat yang dipimpin. Hal ini dikarenakan pilkada pada dasarnya berorientasi untuk memberi nilai atas pilkada terhadap kemaslahatan dan kepentingan rakyat
Konsep khilafah menjadi salah satu bahasan yang cukup mencuat belakangan ini, tak terkecuali di Indonesia. Namun bagaimanakah sebetulnya konsep ini terutama yang diberlakukan di negara Islam. Artikel ini menampilkan perbandingan konsep berbasis pemerintahan Islam dengan dua tradisi yang berbeda, yakni Kerajaan Arab Saudi dan Republik Islam Iran. Tujuan dari tulisan ini adalah menunjukkan perbedaan dua konsep tersebut sekaligus mendiskusikan bagaimana implementasi yang dilakukan di dua negara yang menggunakan Islam sebagai basis kenegaraan. Secara konsep Arab Saudi dan Iran memiliki perbedaan di dalam penerapan sistem kenegaraan dan pemerintahannya. Arab Saudi dengan konsep kerajaan sementara Iran dengan konsep republik. Namun persamaan diantara keduanya adalah bahwa Kerajaan Arab Saudi maupun Republik Islam Iran bukanlah negara yang secara ideal mencerminkan negara khilafah sebagaimana yang ditunjukkan dalam system bernegara era Khulafaur Rasyidin. Khilafah concept became one of the discussions that stick out lately, not least in Indonesia. But how is this concept, especially that applied in the Islamic state? This article presents a comparison of Islamic governmentbased concepts with two different traditions, namely the Kingdom of Saudi Arabia and the Islamic Republic of Iran. The purpose of this paper is to show the differences between the two concepts as well as to discuss how the implementation carried out in the two countries that use Islam as the basis of the state. Conceptually Saudi Arabia and Iran have differences in the application of the state system and its government. Saudi Arabia with the monarchy concept and Iran with the concept of republic. But the similarity between the two is that the Kingdom of Saudi Arabia and the Islamic Republic of Iran is not a state that ideally reflects the Khilafah state as established in the state system of the era of Khulafaur Rashidin.
Infact, press or media is one of pilar democracy. Media in democracy is a public sphere to communi-cation and makes relation, and a same time as public arena to gain information. But, media also could not release from streotypes and tendency that usually bring of interest, either the owner or ideology. It is meaning media can not released from perspective distorsion, values bias and take a side. Media also effective to become propaganda instrument for a political interest and an ideology. It is seen like how media in US, for example, stereotype of Islam in discourses contradiction and glob-al interest opposition. Then, Islam dominantly identified as doctrine teaches radicalism, fundamen-talism and terorism. Thus, it is often be justification for US to operate the military mission in the name of democracy.Tak dipungkiri pers atau media menjadi salah satu pilar bagi demokrasi. Media dalam demokrasi adalah sebagai ruang bagi publik berkomunikasi dan berinteraksi, sekaligus sarana publik mem-peroleh informasi tentang banyak hal. Namun, media juga tak bisa dilepaskan dari stereotip dan kecenderungan-kecenderungan, yang biasanya membawa kepentingan, baik pemilik maupun ide-ologi. Media karenanya tak lepas dari distorsi perspektif, bias nilai dan berpihak. Media juga efektif menjadi alat propaganda bagi sebuah kepentingan politik dan ideologi, seperti bagaimana media di negara Amerika, misalnya, menstereotipkan Islam dalam analisis pertentangan wacana dan kepent-ingan global. Sehingga, dominan Islam diidentikkan dengan sematan sebagai ajaran yang mengajarkan radikalisme, fundamentalisme dan terorisme. Karenanya pula seringkali menjadi alasan pembenar bagi Amerika untuk menjalankan misi militer atas nama demokrasi.
Partisipasi merupakan elemen penting dalam pembangunan baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan. Partisipasi masyarakat ditempatkan sebagai subjek aktif dalam pengelolaan pembangunan (active citizen). Artikel ini bertujuan untuk menggambarkan partisipasi warga dalam pembangunan melalui kerangka program smart city di Kota Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara, observasi, dan studi literatur/dokumen. Hasil penelitian menunjukkan terjadi pergeseran konsep partisipasi ketika program smart city diimplementasikan. Partisipasi masyarakat tidak lagi bersifat tradisional melalui tatap muka tetapi dimediasi oleh teknologi informasi dan komunikasi (ICTs) menjadi e-partisipasi. Program smart city khususnya smart government mampumempercepat koordinasi serta penyelesaian masalah. Penggunaan teknologi ICTs baik melalui portal, laman internet (web), maupun media sosial mampu mempermudah dan menyederhanakan mekanisme kerja serta mempersingkat birokrasi. Masyarakat juga menjadi lebih aktif berpartisipasi dalam pembangunan karena setiap masukan maupun laporan pengaduan ditindaklanjuti secara cepat dan mudah untuk dipantau. Selain itu, dengan penggunaan media sosial sampai tingkat kelurahan, seluruh kegiatan pemerintah dapat diketahui oleh masyarakat dan mereka dapat berpartisipasi aktif di dalamnya memberikan masukan maupun menyampaikan keluhan.
AbstractEven though many aspects that show the way to run a democratic government, but the most important aspect is related to the leadership of integrity. The leadership of integrity put the perspective of power in the orientation of partisanship on the people. Also, democratic governance at the local level can be run effectively and constructively if the leadership held with integrity. In another word, the leadership of integrity is a requirement to run a democratic government. Therefore, the integrity of local leadership should be encouraged. Strengthening the integrity of local leadership includes two main things, namely giving a great opportunity for people participation and is committed to a clean and accountable government. Our conception of the strengthening the local leadership integrity and relevance of a democratic government explains important aspects of leadership in maintaining the continuity of a government. For success or failure of a reign depends on how to reach a democratic government that can be reached and gets the highest appreciation from the community. Therefore, the purpose of the writing of this article is to explain the significance between the leadership of integrity with democratic governance and elaborating how to strengthen the integrity of the leadership in the efforts to reach a democratic government. Keywords: Leadership, Leadership Integrity, Democracy, Local Government, Democratic Governance.
Pemilu merupakan salah satu prasyarat sistem politik yang demokratis. Dalam pelaksanaan pemilu dibentuklah lembaga penyelenggaraan pemilu atau Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap dan mandiri yang wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). KPU Kabupaten/ Kota sering mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan penyelenggara Badan Ad-hoc. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan keputusan teoritis. Artikel ini menyarankan perlunya evaluasi terhadap peraturan rekrutmen agen Ad-hoc. seperti pola rekrutmen; biaya pendaftaran yang tinggi untuk menjadi anggota Ad-hoc; pembatasan masa jabatan sebagai penyelenggara di tingkat Ad-hoc menjadi penyebab tidak efektifnya rekrutmen. Diperlukan kebijakan untuk memfasilitasi pendaftaran anggota Ad-hoc dan evaluasi anggaran untuk fasilitas pemeriksaan kesehatan yang tidak tepat sasaran; dan pembatasan jangka waktu bukanlah solusi dalam mencegah pelanggaran pemilu, karena akan mengurangi kesempatan orang yang berkompeten dan berintegritas untuk berpartisipasi sebagai penyelenggara pemilu.Kata kunci: Badan Ad-hoc, Evaluasi, Pemilihan, Rekrutmen