PEREMPUAN KORBAN POLITIK: PENGALAMAN KORBAN PEREMPUAN DALAM PEMILU LEGISLATIVE 2019 DI INDONESIA
Artikel ini bertujuan menelaah permasalahan keterwakilan politik perempuan dalam pemilihan umum (pemilu) legislatif 2019 dari perspektif ilmu korban (victimology). Di balik meningkatnya angka keterwakilan perempuan dalam upaya memenuhi kuota gender sebanyak 30% di parlemen, ada ribuan politisi perempuan yang terhempas dari kompetisi, terjegal politik internal partai, hingga kehabisan dana untuk terus berjuang. Berkaitan dengan proses Pemilihan Umum Anggota Legislatif, hal yang menarik adalah partisipasi perempuan yang disatu sisi terlihat meningkat, namun disisi lain belum sepenuhnya mendapatkan keadilan. Perlunya perspektif korban dalam melihat masalahan keterwakilan perempuan adalah bagian dari usaha untuk menciptakan situasi yang lebih kondusif bagi perempuan-perempuan lain untuk masuk ke ranah politik. Diharapkan, dengan mengakui posisi mereka sebagai korban, negara bisa memberi lebih banyak perhatian bagi mereka di luar asumsi bahwa kekalahan mereka adalah 'masalah internal partai'. Kajian ini dilakukan dalam rangka mendorong angka partisipasi politik perempuan yang lebih tinggi. Artikel ini merupakan kajian telaah literatur dengan menggunakan laporan hasil pemilu di media massa dan analisa data dari Pusat Kajian Politik UI. Kami membandingkan temuan Puskapol UI dengan kajian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai realita pemenuhan kuota gender di Indonesia pada pemilu legislatif 2009 dan 2014. Temuan kami menunjukkan bahwa dalam tiga pemilu terakhir, belum ada perbaikan secara signifikan dari sistem internal partai untuk mendukung politisi perempuan maupun perbaikan secara menyeluruh dari budaya politik di Indonesia yang masih dikontrol oleh politik uang, politik kekerabatan, dan politik nomor urut. Kata kunci: politik perempuan, pemilu legislatif, ilmu korban (victimology)