Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi dan sikap kaum perempuan Tionghoa terhadap dinamika politik masa reformasi di Kabupaten Ngawi pada pelaksanaan pemilu Tahun 2014. Metode penelitian ini adalah kualitatif dengansumber data primer diperoleh melalui wawancara informan dan data sekunder berupa foto atau arsip/dokumen diperoleh ketika observasi masyarakat perempuanTionghoa Kabupaten Ngawi.Analisis data menggunakan analisis data model interaktif Miles dan Huberman yang bergerak pada tiga tahap yaitu reduksi, sajian data dan verifikasi data. Berdasarkan hasil penelitian mengungkapkan bahwa persepsi dan sikap perempuan pada masyarakat Tionghoa dalam dinamika politik masa Reformasi kurang memiliki pengaruh yang signifikan. Kemudian mereka menganggap bahwa masa reformasi pasca tahun 1998 masih mempunyai sikap nasionalisme yang tinggi, akan tetapiseiring berjalannya waktu nasionalisme tersebut berubah pada bentuk tidak nasionalis, sebab banyak kasus korupsi oleh petinggi negara. Di dalam hal ini perempuan pada masyarakat Tionghoa tidak berpihak terhadap kepemimpinan mana yang layak dan baik, karena semua pemimpin dengan segala kebijakannya terdapat unsur positif dan negatif.Masyarakat Tionghoa khususnya perempuan kurang mempunyai andil dalam dimensi politik.Hal tersebut disebabkan karena mereka mimiliki jiwa dagang (bisnis) yang tinggi dan sikap mereka dalamhal berpolitik dapat dilihat tatkala menggunakan hak suara dalam pemilihan umum yang dilakukan sejak masa reformasi hingga sekarang.
ABSTRAKHarus di akui penelitian perilaku pemilih, di Indonesia, masih bisa dikatakan relatif baru berkembang. Artinya, masih sedikit sekali data dan literatur yang bisa kita dapatkan guna dijadikan bahan analisa, untuk melihat dinamika perilaku pemilih. Setidaknya ada beberapa alasan yang menyebabkan kenapa studi tentang perilaku pemilih di Indonesia mendapatkan hambatan dalam pengembangannya. Diantaranya adalah, Pemilu dalam kurun waktu lama terutama masa Orba, tidak sungguh-sungguh menjadi tempat dimana pemilih mengekspresikan & menentukan pilihan, karena kebijakan fusi parpol, penerapan massa mengambang, pemberlakuan steril politik di kalangan pemilih desa, dan ada money politics untuk memilih Golkar, dan masih banyak hal-hal lain, telah membuat para peneliti untuk melakukan penelitian tentang perilaku pemilih, menjadi kurang tertarik. Karena keadaan pemilih pada waktu itu tidak menggambarkan situasi sebenarnya dari perilaku pemilih. Asumsinya, karena perilaku pemilih tidak bisa diteliti mengingat sedemikian besar suara yang diberikan pemilih tidak berdasar pilihan sungguh-sungguh.Selain itu juga kenapa perilaku pemilih ini kurang menarik sebagai bahan untuk diteliti karena, absennya studi survei pendapat umum dalam kurun waktu lama, sebagai akibat dari kebijakan kontrol politik Orba terhadap berbagai kegiatan penelitian. Baru setelah tahun 1998, dengan tumbangnya Orba dan dihapusnya berbagai kebijakan represif, studi perilaku pemilih ini mulai mendapat perhatian. Ada banyak studi mengenai Pemilu di Indonesia, tetapi sebagian besar menyoroti aspek instutusi atau proses Pemilu, seperti kajian mengenai partai politik, dinamika Pemilu, konflik di dalam parpol, konflik Pemilu dan sebagainya, namun jarang tentang perilaku pemilih.Pada saat Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur serentak diseluruh Indonesia yang dilaksanakan tanggal 9 Desember 2015 lalu, berdasarkan data awal yang diperoleh penulis, masyarakat di Kecamatan Kakas Barat, Desa Touliang tidak semua memberikan hak pilih. Kenapa hal ini terjadi, menurut penulis sangat menarik untuk diteliti. Karena dengan kita mengetahui berbagai factor atau alasan yang mempengaruhi pemilih maka diharapkan dapat dibuat sebuah solusi untuk mengantisipasi dalam upaya meningkatkan kualitas dari pemilu.Kata Kunci : Perilaku Pemilih
AbstractWomen representation in politics in fact still has not showed in maximum results, both at the national and local level. This study was conducted to examine the dynamics of women representation Southeast Sulawesi Provincial Parliament at the general election in 2014. This studi used a sample of four political parties, PAN as the category of the ruling party and the first winner, the Golkar Party as the old political party and the second winner, Gerindra as a new political party with the acquisition of a significant voice as the fifth winner, and the PPP as an old and Islamic political party. This study shows that the women representation in Southeast Sulawesi Provincial Parliament has eight chair or 18 % within 45 of total legislators. This number is a slight increase compare to the general election in 2009 with only reached seven chair or 16% of women legislators. Among eight women legislators, six women or 75% were come and influenced by the power. Key Words: women and politic, affirmative action, patriarchy. AbstrakWacana keterwakilan perempuan dalam bidang politik masih belum menunjukan hasil yang maksimal, baik pada level nasional maupun lokal. Studi ini dilakukan untuk mengkaji dinamika keterwakilan perempuan di DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara pada Pemilu 2014. Penelitian ini menggunakan sampel empat partai politik peserta Pemilu 2014, yaitu PAN sebagai partai penguasa dan pemenang pertama, Partai Golkar sebagai partai lama dan pemenang kedua, Partai Gerindra sebagai partai baru dengan suara yang cukup signifikan, dan PPP sebagai partai lama dengan basis Islam.Studi ini menunjukan bahwa Keterwakilan perempuan di DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara pada Pemilu 2014 mendudukan 8 orang legislator perempuan dari 45 legislator (18%), sedikit meningkat dari pemilu 2009 yang hanya mencapai 7 orang legislator perempuan 16%). Dari delapan orang legislator perempuan, 6 orang atau 75% lahir dari rahim kekuasaan.Kata Kunci: perempuan dan politik, affirmative action, patriarki
Botoh (voice brokers) in the areas of Central Java and East Java have an important role in winning the candidates carried out in the lowest level general elections (pilkades). Solid strategies in the selection of candidates are not responsible for the method of funding, surveying, and control of dominance held in the image of society. General Election of Village Heads in Sotabar Village, Pasean Subdistrict, Pamengkasan Regency is an arena for strong power shows in winning the candidates they carry. Many conflicts occur in the pilkades because of differences of opinion, struggles for power and interests. Between the election of village heads (pilkades) and the political dynamics between botoh, petahanats and the community. The findings of the data show that Botoh has an important role associated with the search for candidates to win. In addition, botoh is a person who has the legitimacy of power in society, the experience of freedom in the world of photography and high relations with political officials. When political practices were implemented, Botoh implemented mobilization by reading the conditions of the community and carried out carefully in the three groups approved by the clerics, santri and abangan through the team provided. Even in the winning process, it is through some political dynamics with other actors that cause conflict. This conflict is triggered by the relationship between slaughterhouse and petahanat related to unbalanced authority and leadership that is not in line with the expectations of the community.
ABSTRAKDinamika pemilihan anggota legislatif periode 2014-2019 sangat menarikuntuk dianalisa sebagai suatu wacana dalam penerapan strategi pemenangan.Namun sangat disayangkan dalam proses pelaksanaan proses elektoral tersebutkeinginan atau harapan untuk mewujudkan pemilu yang berkwalitas masih sepertipepatah yang mengatakan "jauh panggang dari api". Keadaan tersebutdisebabkan oleh banyaknya faktor yang perlu dibenahi secara serius jika kita tetapmasih menginginkan pemilu yang berkwalitas bisa terwujud.Memotret proses yang terjadi dalam kerangka penyiapan data yang bisadipergunakan untuk melakukan pembenahan sistem pemilu khususnya pemilihananggota legislatif (yang selanjutnya disebut PILEG) baik dari sisipenyelenggaraan maupun dari sisi pesertanya sangat perlu dilakukan. Oleh karenaitu dinamika yang terjadi baik itu menyangkut strategi pemenangan yangdilakukan oleh para caleg maupun partai politik, strategi pembentukan tim sukses,metode kampanye sangat perlu untuk dielaborasi lebih jauh.Penelitian ini akan mencoba untuk mendeskripsikan proses dan dinamikayang terjadi dalam proses elektoral dengan menggunakan sample kecil yaitupemilihan anggota legislatif Dewan Perwakian Rakyat Daerah Propinsi SulawesiUtara, khusus untuk daerah pemilihan (Dapil) II yaitu wilayah Minahasa Utaradan Kota Bitung.Kata Kunci : Patronase, PILEG
Malaysia memiliki gerakan dakwah dan politik Islam yang dinamis dengan etnis Melayu sebagai penggerak utama. Ada dua partai utama yang berbasis massa Melayu dan Islam di negera ini, yaitu UMNO dan PAS. Partai UMNO merupakan partai nasionalis berbasis etnis Melayu, namun mengajak etnis Cina dan India dalam Barisan Nasional sebagai kekuatan politiknya. Sementara PAS meruapakan partai Islam yang berbasis massa Melayu dan memiliki semangat dakwah yang idealis. Sejak Merdeka dari Inggris tahun 1957, kekuatan politik Malaysia selalu didominasi UMNO, kecuali pada pemilu 2018, UMNO kalah dengan Pakatan Harapan yang dipimpin oleh Mahathir Mohammad. Sementara PAS lebih sering menjadi partai oposisi yang konsisten melakukan gerakan dakwah.Bagi partai Islam Malaysia (PAS), dakwah dan politik menjadi bagian yang tak terpisahkan, keduanya saling mendukung untuk mencapai tujuan yang maksimal. Diperlukan manajemen dakwah yang baik agar pesan dakwah bisa diterima masyarakat. demikian pula halnya dalam gerekan politik Islam yang dilakukan oleh PAS relevan dengan nilai-nilai dakwah untuk mmenyanpaikan amar makruf nahi munkar. Manajemen dakwah dan gerakan politik Islam yang dilakukan PAS dikelola dengan perencanaan yang baik, pengorganisian, penggerakan dan kontrol (eveluasi). Dengan demikian target yang direncanakan bisa terukur dari waktu ke waktu.Ada persaingan dakwah dan politik yang dihadapi PAS dalam menyampaikan pesan dawah di masyarakat. PAS bersaing keras dengan UMNO sebagai partai yang sama-sama berbasis massa Melayu. Gerakan politik PAS yang identik dengan gerakan dakwah, mimiliki pola yang sama dengan UMNO untuk meraih dukungan massa Melayu. Di Malaysia ada pemahaman yang kuat bahwa Melayu identik dengan Islam, sehingga pendekatan yang tepat dengan masyarakat Melayu adalah dengan pendekatan dakwah. Sejarah mencatat bahwa gerakan politik dan dakwah yang dilakukan PAS di Malaysia mengalami pasang surut. Walaupun secara politik PAS belum bisa meraih kemenangan, namun dalam gerakan dakwah cukup besar keberhasilan yang diraih. Manajemen dakwah yang dilakukan PAS cukup berhasil dalam menanamkan nilai-nilai Islam bagi masyarakat muslim Malaysia.
This study aims to describe and analyze the dynamics that occur in the implementation of the independent candidate verification stages of the 2018 South Sulawesi Governor and Vice Governor elections. This research was carried out in South Sulawesi Province using qualitative research with descriptive analysis type. Determination of informants is done purposively. Data were obtained through in-depth interviews and literature review. The data were analyzed using an institutional approach, concept of political dynamics, concept of electoral governance, and concept of the election of regional heads. The results of the study indicate that there are dynamics that occur in the verification of independent candidates for the 2018 South Sulawesi Governor and Vice Governor elections, such as when it is found that there is a mismatch in the number of KTP-EL support requirements with the results of administrative verification and factual verification results as well as the efforts of prospective independent candidates to fulfill the lack of required KTP-EL support requirements. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis dinamika-dinamika yang terjadi pada pelaksanaan tahapan verifikasi perseorangan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan Tahun 2018. Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan tipe deskriptif analisis. Penentuan informan dilakukan secara purposive. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dan kajian pustaka. Data dianalisis menggunakan pendekatan institusional, konsep dinamika politik, konsep tata kelola pemilu, dan konsep pemilihan kepala daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dinamika yang terjadi pada pelaksanaan verifikasi calon perseorangan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan Tahun 2018, yaitu pada saat ditemukan ketidakcocokan jumlah syarat dukungan KTP-EL dengan hasil verifikasi administrasi dan hasil verifikasi faktual serta upaya bakal calon perseorangan dalam mencukupkan jumlah kekurangan syarat dukungan KTP- EL yang dibutuhkan.
Saat ini dunia perpolitikan kerap memperoleh stigma negatif akibat tindakan-tindakan oknum kader di dalamnya. Maka tak heran apabila masyarakat terutama kaum muda makin apatis dengan hal-hal yang berbau politis. Namun rupanya masih ada anak-anak muda yang masih memiliki kepedulian bahkan bergabung dengan partai politik. Pun demikian di Kota Malang dimana salah satu partai politik memiliki cukup banyak kader muda. Bahkan beberapa di antara mereka berhasil untuk masuk daftar calon legislatif pada Pemilu 2014 lalu. Menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan biografi digunakan untuk memperoleh data dan menganalisa keterlibatan anak-anak muda tersebut dalam dunia politik. Terutama terkait pendidikan politik yang didapatkan mereka selama di partai. Menggunakan model purposive, pemilihan informan dalam penelitian kali ini lebih menitikberakan pada anak muda yang bergelut di dalam dunia politik. Namun rupanya masih terdapat ketimpangan yang anak-anak muda tersebut rasakan selama berada di partai. Masih terdapat kesenjangan antara mereka yang senior dan yang muda. Hal tersebut yang kemudian memunculkan kekerasan simbolik pada anak-anak muda tersebut. Terlebih di dalam tubuh partai politik dimana kerap kali sering muncul perebutan kekuasaan antar elit. Sementara mereka yang muda hanya menjadi pendukung atau bahkan penonton semata.DOI: http://dx.doi.org/10.17977/um021v1i22016p103
Kiai-santri memiliki hubungan paternalistik yang bersifat interpersonal dapat mempengaruhi dinamika politik. Sikap tawadhu' santri terhadap Kiai dimanfaatkan untuk mendulang suara pilpres 2019, namun posisi santri yang telah menjadi alumni tidak lagi dalam ruang hegemoni Kiai pada rumpun piramida pesantren, sehingga ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi alumni santri dalam kehidupan sehari-harinya termasuk mengenai perilaku memilih santri. Sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk melihat masih adakah pengaruh Kiai dalam perilaku memilih alumni santri pada pilpres 2019, dan seberapa kuat pengaruh tersebut. Metode penelitian menggunakan mix method, dengan analisis kuantitatif yang lebih dominan dan analisis kualitatif digunakan sebagai pendukung. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah peran Kiai, dan variabel terikatnya adalah perilaku memilih alumni santri. Rumus slovin digunakan dalam pengambilan sampel yaitu sebanyak 72 responden, menggunakan kuesioner tertutup dan terstruktur, didukung dengan wawancara semi terstruktur. Uji hipotesis dan analisis menggunakan Chi-Square untuk melihat arah dan coefisien contingensi untuk mengetahui kekuatan pengaruh. Hasil penelitian menyatakan ada pengaruh antara peran Kiai dengan perilaku memilih alumni santri, namun kekuatan pengaruh berada pada interpretasi 'cukup'. Hasil wawancara memperdalam hasil analisis kuantitatif bahwa perilaku memilih alumni santri dominan dipengaruhi oleh pilihan rasional (program calon), dan pilihan sosiologis (lingkungan keluarga, kerja, sekolah).
Abstrak -- Pada awal diselenggarakannya Pemilu dan Pilkada secara langsung, media iklanlah yang banyak dipilih para kandidat. Media iklan tersebut di antaranya media cetak, media elektronik, dan media luar ruang. Kemajuan teknologi komunikasi kemudian dimanfaatkan dalam kampanye Pilkada untuk mendapatkan simpati dari masyarakat. Perkembangan yang terjadi dalam Media sosial, sebagai bagian dari inovasi teknologi informasi, memberikan ruang bagi seseorang untuk menyuarakan pikirannya yang sebelumnya mungkin tidak pernah bisa terdengar. Facebook, Youtube, Blogspot, Google+, WhatsApp dan lain-lain tidak hanya bisa digunakan sebagai alat pemasaran, namun juga bisa digunakan sebagai alat kampanye politik dalam Pilkada. Penelitian ini menggunakan metode kulitatif, dengan pendekatan deskriptif, yaitu mengumpulkan data-data yang diperoleh dari hasil interprestasi di lapangan. Pada tahun 2017, agenda politik Indonesia adalah diselenggarakannya Pilkada serentak baik ditingkat Propinsi maupun di tingkat Kabupaten/Kota. Dalam penyelenggaraan Pilkada serentak tersebut terdapat wilayah yang menjadi pusat perhatian masyarakat Indonesia yaitu Pilkada Propinsi DKI Jakarta. Namun, masifnya penggunaan media sosial pada kampanye Pilgub DKI 2017, menimbulkan kegaduhan yang sulit dihindari di media sosial. Maraknya hoax atau berita bohong menjadi fenomena yang mewarnai Pilkada Jakarta 2017 sejak putaran pertama. Media sosial menjadi disfungsi dikarenakan berita dan pesan-pesannya menimbulkan kegaduhan dan mengancam stabilitas. Peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, dimana penelitian ini mengeksplor fenomena Dinamika Fake News dan Hoax Sebagai Sumber Potensi Konflik Pilkada Propinsi DKI Tahun 2017, selain itu penelitian ini juga bersifat induktif dan hasilnya lebih menekankan makna. Data yang terkumpul ialah melalui proses wawancara dengan atau opini dan observasi melalui media masa terkait dengan proses kampanye pada Pilkada DKI 2017. Selain itu data yang digunakan juga dari berbagai literatur. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan Teori dan Konsep seperti Teori Komunikasi Massa, Teori Konflik Sosial dan Konsep Keamanan Nasional. Penelitian ini menunjukan tiga hal yakni: Pertama, Menganalisis merebaknya berita palsu dan hoax dalam Pilkada DKI 2017; Kedua adalah Menganalisis berita palsu atau hoax dalam Pilkada DKI 2017, apakah dapat menggiring masyarakat pada tindakan yang menimbulkan konflik horisontal secara massif; dan ketiga Menganalisis sikap pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi berita palsu atau hoax pada Pilkada DKI 2017 agar tidak menggangu keamanan nasional.Kata Kunci : Fake News, Hoax, Konflik Sosial, Pilkada DKI 2017Abstract -- At the beginning of direct election and elections, advertisement media are chosen by many candidates. Advertising media such as print media, electronic media, and outdoor media. The advancement of communication technology is then utilized in the Pilkada campaign to gain sympathy from the community. The development that takes place in Social media, as part of information technology innovation, provides a space for a person to voice his thoughts that previously may never be heard. Facebook, Youtube, Blogspot, Google+, WhatsApp and others can not only be used as a marketing tool, but can also be used as a political campaign tool in Pilkada. This research uses the method of leather, with descriptive approach, that is collecting data obtained from result of interpretation in field. In 2017, Indonesia's political agenda is the simultaneous regional elections at both Provincial and District / City levels. In the implementation of the local elections there is a region that became the center of attention of the people of Indonesia, namely the Regional Head Election DKI Jakarta. However, the massive use of social media in the Jakarta Pilgub campaign in 2017, caused an unavoidable commotion in social media. The rise of hoax or false news is a phenomenon that colored elections Jakarta 2017 since the first round. Social media becomes a dysfunction because of the news and its messages causing noise and threatening stability. Researchers use descriptive qualitative research method, where this research explores the phenomenon of Fake News and Hoax Dynamics as the Source of Potential Conflict of Regional Head Election of DKI Province in 2017, besides that this research is also inductive and the result is more emphasize the meaning. The data collected is through the process of interviewing with or opinion and observation through the media associated with the campaign process in elections DKI 2017. In addition, the data used also from various literature. Data analysis in this research is done by Theory and Concept like Mass Communication Theory, Social Conflict Theory and Concept of National Security. This study shows three things: First, Analyzing the outbreak of false news and hoax in elections DKI 2017; Second is Analyzing false or hoax news in the elections of DKI 2017, whether it can lead people to actions that cause horizontal conflict massively; and third Analyze the attitude of government and society in facing the false news or hoax in elections DKI 2017 so as not to interfere with national security.Keywords: Fake News, Hoax, Social Conflict, Pilkada DKI 2017
Penelitian ini menganalisis kekalahan KIK dalam mengusung Jokowi-Ma'ruf pada pilpres 2019 di Kabupaten Tangerang. Ideanya, dengan kekuatan besar partai politik yang tergabung dalam koalisi, juga dengan posisi Ma'ruf Amin sebagai putra daerah aseli Kabupaten Tangerang, pasangan Jokowi-Ma'ruf bisa mendapatkan hasil perolehan suara yang besar. Dengan menggunakan teori Partai Politik dan Teori tentang koalisi, penelitian ini menjawab beberapa masalah yang diajukan berkaitan dengan dinamika yang terjadi di dalam KIK hingga mengalami kekalahan dalam Pilpres di Kabupaten Tangerang. Hasil analisis menunjukkan bahwa KIK merupakan Koalisi yang sangat dinamis karena diisi oleh banyak parpol peserta pemilu serentak 2019 dengan beragam platform. Hal itu memberikan situasi kerja koalisi yang tidak konsisten dan memunculkan beberapa sebab terjadinya kekalahan dalam pilpres, yaitu: Pertama, mekanisme kerja parpol koalisi tidak solid. Kedua, perilaku politik masyarakat yang dipengaruhi oleh pilkada DKI Jakarta 2017. Ketiga, adanya anggapan bahwa PDI-P identik dengan PKI. Keempat, pembunuhan karakter Jokowi-Ma'ruf. Kelima, evaluasi pemilih terhadap kinerja paslon. Keenam, telah tertanam wacana anti Jokowi di Kabupaten Tangerang sejak pilkada DKI Jakarta 2017.
Arikel ini bertujuan untuk memahami dinamika sosial politik masyarakat Desa Rias terkait kontestasi politik pemilihan legislatif tahun 2019. Khususnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan Calon Legislatif dari Desa rias pada momentum pemilu tahun 2019. Penelitian ini menggunakan Metode Kualitatif model deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat beberapa hal dan kondisi yang saling berkaitan yang melatarbelakangi kegagalan calon legislatif dari Desa Rias, yaitu; (1) Konstelasi politik masyarakat. (2) Perilaku politik masyarakat yang bersikap kritis kepada caleg dari dalam desa tetapi tidak kritis terhadap caleg dari luar desa. (3) Figur caleg dari dalam desa yang mendapatkan stigma negatif ketika mendekati pemilihan. (4) Tim sukses/relawan caleg yang tidak solid, tidak berpengalaman, hanya memanfaatkan uang para caleg dan tidak fokus memenangkan caleg dari dalam desa, dan terakhir (5) Biaya atau cost politik caleg yang kecil. Selain itu penelitian ini juga menyimpulkan bahwa aspek primordialisme dalam kontestasi politik desa telah kehilangan pengaruhnya. Pilihan politik masyarakat desa lebih ditentukan oleh konstruksi rasionalitas dari pada hubungan primordial dengan aktor politik.AbstractIThis study aims to understand the social and political dynamics of the Rias society related to the political contestation in the legislative elections in 2019. Especially the cause of the failure of the legislative candidates from Rias Village In the 2019 elections. This study uses a qualitative method with data collection techniques in the form of interviews, observation, and documentation. This research found several things and interrelated conditions that underlie the failure of legislative candidates from Rias Village, i.e; (1) The political constellation of society. (2) Political behavior is critical to candidates from within but not to candidates from outside the village. (3) A figure of candidates who get a negative stigma when almost an election. (4) Team and volunteer candidates who are not solid, inexperienced, take advantage of candidate's money and not focused on winning candidates, and finally (5) Political costs of candidates. The factors that caused society to vote outside candidates are (a) The Political Constellation, (b) a Figure of Candidates, (c) Team, and (d) Political Cost. Besides, the primordialism aspect of political contestation in the village has lost its influence. The political choices of rural communities are more determined by rational construction than primordial relationships with political actors.
Pesta demokrasi Pemilihan Umum atau Pemilu tak jarang dijumpai dengan berbagai adu gagasan serta dinamika politik yang tersaji Peserta Pemilu dan pendukung, tak jarang dijumpai banyak sekali pelanggaran termasuk pelanggaran Tindak Pidana Pemilu. Tindak Pidana Pemilu yang mana adalah bagian dari bentuk kejahatan yang ada di Indonesia diatur di dalam KUHP dan Peraturan Perundang-Undangan yang berhubungan dengan Pemilihan Umum. Salah satu yang dikategorikan kedalam tindak pidana pemilihan umum adalah pelanggaran larangan dalam hal kampanye. Kampanye sendiri memiliki pengertian yaitu sebuah kegiatan dari peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk untuk dapat meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi misi, program kerja, dan/atau citra diri dari peserta pemilu. Kampanye yang pada awalnya merupakan sebuah kegiatan untuk menyampaikan visi misi dan menarik simpati pemilih pada akhirnya seringkali disalah artikan sehingga terjadilah pelanggaran yang dilakukan oleh peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu. Mengacu kepada Pasal 280 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum terdapat bentuk-bentuk larangan melakukan pelanggaran kampanye antara lain melarang untuk mempersoalkan tentang dasar negara, mengancam kepada orang dan/atau kelompok masyarakat pendukung peserta pemilu melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan terhadap peserta pemilu lain, menjanjikan dan/atau memberi uang dan/atau materi lainnya kepada para peserta kampanye. Hal-hal yang telah disebutkan tadi tentu bertentangan dengan asas luber jurdilKata-kata Kunci : Kampanye; Luber jurdil; Tindak Pidana Pemilu
Pengaturan kuota perempuan diparlemen mempunyai sejarah Panjang, dengan kata lain banyak dinamika mengenai perkembangan kuota perempuan untuk masuk ke parlemen dari rezim orde baru sampai dengan pasca reformasi mempunyai perbedaan pengaturan terkait dengan pengaturan yang mendorong perempuan masuk ke parlemen. Perempuan didorong untuk masuk ke parlemen melalui jalur pemilihan dimana penyelenggara pemilu memberikan syarat khsusu bagi peserta pemilu dalam memilih calon legislatifnya harus memenuhin kuota perempuan
Sistem pemerintahan adalah konsep yang mengkaji hubungan badan legislatif dengan badan eksekutif. Di Indonesia, sistem pemerintahan berjalan dengan berbagai dinamika dimana sistem pemerintahan silih berganti dari konfigurasi parlementer ke presidensial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kaitan antara sistem presidensial dengan pemilu serentak, bagaimana pelaksanaan pemilu serentak di Indonesia dan bagaimana implementasi pemilu serentak dapat memberikan dampak penataan sistem presidensial di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif. Dengan menggunakan data sekunder dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier dan analisa kualitatif. Penelitian ini menunjukan bahwa pemilihan umum serentak memiliki kaitan dalam penataan sistem presidensial, pemilihan umum eksekutif dilaksanakan dengan ketentuan fitur formula elektoral majority run off dengan dua kandidat presiden dan pelaksanaan pemilu legislatif dilaksanakan dengan ketentuan fitur formula elektoral proporsional terbuka, ambang batas parlemen sebesar 4% (empat persen), distric magnitude sebesar 3-10 kursi dan menunjukan adanya efek ekor jas (coattail effect). Dan pelaksanaan pemilihan umum presiden hanya menunjukan penguatan sistem dari segi kandidat yang bertarung saja, sedangkan pemilihan legislatif menunjukan penguatan dengan adanya efek ekor jas. Dapat disimpulkan bahwa pemilihan umum serentak memiliki keterkaitan erat dalam penataan sistem presidensial di Indonesia.