Punishment of Criminal Act of Accusing Adultery (Qadzaf) in Indonesian Positive Law: Perspective of Maqasid al-Sharia
Abstract
Amid the hectic new social space (virtual space), mediated reality, and an era of disruption, the truth of information spread via media is hard to determine, especially with the outbreak of hoaxes that have become a trending issue the past few decades. Hoaxes are a virtual crime, an act committed via the spread of false stories. Hoaxes can be in the form of accusations of another person committing an immoral act and defamation (assassination character), in this case, accusing another person doing adultery. The author argues that the issue of the criminal act of accusing adultery (qadzaf) in positive Indonesian law is significant to be studied since provisions of positive Indonesian law, as stated in Criminal Code, do not specifically discuss the criminal act of accusing adultery (qadzaf). This study aimed to analyze the problem of the criminal act of accusing adultery (qadzaf) in positive law by using maqa>s{id al-Sharia. The study is library research conducted by examining materials from the main book relating to problems and other supporting qualitative research studies. This research employed a descriptive-analytical method by describing the legal materials obtained, and then they were analyzed using maqa>s{id al-Sharia. The research results showed that punishment for the perpetrator of a criminal act of accusing adultery (qadzaf) as regulated in Article 310 paragraph (1) of the Criminal Code is a maximum imprisonment of nine months and or a maximum fine of four thousand and five hundred rupiahs. The aspect of d{arūriyyāt about punishment for perpetrators of accusing adultery (qadzaf) is the protection of honor (ḥifz{ al-'ir{{d). This aspect relates to everyone's honor that must be protected. Through the legislative institution, a country needs to reconstruct the Criminal Code into a better law, such as revising a particular chapter that has not fulfilled a sense of justice in eradicating crime very disturbing society since a policy must righteously be able to settle the problems in society. Based on the changes in law, following the development of social life and technology today is inevitable.Di tengah riuhnya ruang sosial baru (ruang virtual), realitas yang termediasi, era disrupsi, kebenaran informasi yang tersebar via media sangat sulit ditentukan, apalagi dengan menyeruaknya hoax yang sejak beberapa dekade belakangan menjadi tren isu. Hoax menjadi bentuk kejahatan virtual; suatu tindakan yang dilakukan via penyebaran cerita palsu, dapat berupa tuduhan orang lain melakukan tindakan buruk, dan pencemaran nama baik (assassination character); dalam hal ini menuduh orang lain berbuat zina. Penulis berpendapat bahwa persoalan tindak pidana menuduh zina (qadzaf) dalam hukum positif Indonesia penting dikaji mengingat dalam ketentuan hukum positif Indonesia sebagaimana yang terdapat dalam KUHP tidak membahas secara khusus mengenai tindak pidana menuduh zina (qadzaf). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persoalan tindak pidana menuduh zina (qadzaf) dalam hukum positif dengan menggunakan maqa>s{id al-Sharia. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka, yaitu penelitian yang dilakukan dengan menelaah bahan-bahan dari buku utama yang berkaitan dengan masalah dan buku penunjang lainnya yang berkaitan dengan kajian penelitian yang bersifat kualitatif. Metode penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis dengan cara menguraikan bahan hukum yang diperoleh, selanjutnya menganalisis dengan menggunakan pisau analisis maqa>s{id al-Sharia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sanksi bagi pelaku tindak pidana menuduh zina (qadzaf) sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP adalah pidana penjara paling lama sembilan bulan dan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Aspek d{arūriyyāt yang berkenaan dengan hukuman bagi pelaku menuduh zina (qadzaf) adalah aspek perlindungan terhadap kehormatan (ḥifz{ al-'ir{{d). Aspek ini berkaitan dengan kehormatan setiap orang yang harus dilindungi. Negara melalui lembaga legislatif perlu melakukan restrukturisasi KUHP kepada hukum yang lebih baik agar dapat tercipta suatu hukum yang baik, seperti melakukan revisi terhadap pasal tertentu yang dianggap masih belum memenuhi rasa keadilan dalam rangka memberantas kejahatan yang sudah sangat meresahkan masyarakat, karena sebuah kebijakan selayaknya harus mampu menjawab masalah dimasyarakat. Pada dasarnya perubahan undang-undang merupakan sebuah keniscayaan dalam rangka mengikuti perkembangan kehidupan sosial masyarakat dan teknologi saat ini.
Problem melden